Pengertian Puisi Kontemporer beserta Ciri-cirinya LENGKAP

Berikut ini merupakan pembahasan tentang puisi kontemporer, pengertian puisi kontemporer, Tema dan ciri-ciri puisi kontemporer, puisi lama, contoh puisi kontemporer, contoh puisi lama, unsur-unsur puisi


Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer

Puisi kontemporer

Sebenarnya, sengaja atau tidak, kegiatan berpuisi, terutama menulis, telah begitu akrab pada masyarakat pelajar. Perhatikan, para remaja begitu antusias menulis puisi ketika sedang memendam rasa (suka) kepada seseorang.

Hampir setiap tempat, buku pelajaran, buku harian, tembok kamar tidur, kamar mandi, dan majalah dinding menjadi bukti bisu betapa menulis puisi begitu akrab pada remaja (pelajar).

Bahkan banyak puisi yang diterakan, misalnya, di tembok-tembok (grafiti) dan meja-meja di kelas. Sayangnya kegiatan berpuisi secara tertulis ini belum begitu diikuti keakraban membacakan puisi.

Membaca puisi sering hanya menjadi ”pengisi acara” dengan peserta atau pelaku yang ”terpaksa” dalam menjalankannya.

Dalam kesempatan  ini Anda akan diajak berlatih membacakan puisi-puisi kontemporer untuk kemudian bersama-sama mengidentifikasi tema dan ciri-ciri yang melekat pada puisi kontemporer.

Apakah puisi kontemporer itu?

Puisi kontemporer adalah puisi yang diciptakan, dimunculkan, dan diterbitkan saat ini atau masa kini. Puisi kontemporer bukan puisi Melayu lama seperti pantun atau gurindam, meskipun pantun atau gurindam pada masa kemunculannya juga bersifat kontemporer. Pendek kata, jika saat ini Anda menulis puisi, maka puisi Anda tergolong kontemporer.

Perhatikan contoh berikut!

Puisi 1

Dendang Musim Jagung
D. Zawawi Imron

Cintaku yang terbit dari kembang-kembang jagung
subur oleh gaplek dan duri kenyataan
menunggu tangan tak kunjung salam.
Sampai sekarang masih kusenang
membelai-belai daunan pinang
dan lalang-lalang yang atap kandang.
Memang tidak percuma
kalau semalam bulan purnama
bayang-bayangku yang tak sempurna
masih mampu melucuti tombakku yang dahaga.
Ubi jalar merambat-rambat
ke seluruh pohon jiwaku
tak kenal kemarau tak kenal penghujan
hingga meskipun miskin
aku tetap merasa kaya
setelah menjilat jejak petani.
(Kumpulan Puisi Nenek Moyangku Airmata, 1985)

Puisi 2

Bahwa Aku
Soni Farid Maulana

”Dirimu Hamlet di dunia yang lecet?’’
demikian kau bilang.
Tidak. Tidak. Dalam kabut waktu yang kelam
aku bukan siapa pun. Bahwa aku masih tidur lelap
di gerbong kereta tahun lalu. Bahwa kau sudah tiba
di tempat yang kau tuju, jarak dan bahasa
memang memisah kita.
Bahwa air mengalir ke hilir,
bahwa hidup terus bergulir, bahwa maut menggilir,
bahwa malam melepas daun gugur,
bahwa angin menghempas daun jendela,
bahwa gagak keparat berkoak-koak di atas kepala,
adalah detik jam berkarat di tubuh yang sekarat,
dan aku bukan yang kau sangka dalam kisah itu
bukan pula tersangka dalam kisah ini.
Aku adalah imbangan gelap bagi dirimu
bagi keraguan cintamu kepadaku.
(Republika, 21 Januari 2007)

Puisi 3

Malam Biru
Amir Ramdhani

Malamku biru senantiasa
jendela hati membentang tawa
sedang imaji mengelana
Tak lupa kupunguti tiap helai harapan
yang jatuh dari pohon waktu
dan menanamkannya kembali
di ubun-ubun malam
Beruntun kuwarnai malam dengan biru
tak perlu hitam atau putih salju

Ada juga yang mengartikan kontemporer sebagai puisi yang absurd, puisi yang tidak masuk akal, puisi yang ”menyalahi” aturan, maupun puisi yang aneh. Perhatikan contoh di bawah ini!

Puisi 4

Solitude
Sutardji Calzoum Bachri

yang paling mawar
yang paling duri
yang paling sayap
yang paling bumi
yang paling pisau
yang paling risau
yang paling nancap
yang paling dekap
samping yang paling
Kau!
(Kumpulan Puisi, O, Amuk, Kapak, 1981)

Bahwa air mengalir ke hilir,
bahwa hidup terus bergulir, bahwa maut menggilir,
bahwa malam melepas daun gugur,
bahwa angin menghempas daun jendela,
bahwa gagak keparat berkoak-koak di atas kepala,
adalah detik jam berkarat di tubuh yang sekarat,
dan aku bukan yang kau sangka dalam kisah itu
bukan pula tersangka dalam kisah ini.
Aku adalah imbangan gelap bagi dirimu
bagi keraguan cintamu kepadaku.
(Republika, 21 Januari 2007)

Puisi 3

Malam Biru
Amir Ramdhani

Malamku biru senantiasa
jendela hati membentang tawa
sedang imaji mengelana
Tak lupa kupunguti tiap helai harapan
yang jatuh dari pohon waktu
dan menanamkannya kembali
di ubun-ubun malam
Beruntun kuwarnai malam dengan biru
tak perlu hitam atau putih salju

Ada juga yang mengartikan kontemporer sebagai puisi yang absurd, puisi yang tidak masuk akal, puisi yang ”menyalahi” aturan, maupun puisi yang aneh. Perhatikan contoh di bawah ini!

Puisi 4

Solitude
Sutardji Calzoum Bachri

yang paling mawar
yang paling duri
yang paling sayap
yang paling bumi
yang paling pisau
yang paling risau
yang paling nancap
yang paling dekap
samping yang paling
Kau!
(Kumpulan Puisi, O, Amuk, Kapak, 1981)

Tema dan ciri-ciri puisi kontemporer

Tema disebut juga subject matter, pokok pikiran yang diungkapkan pengarang sekaligus menjadi jiwa atau dasar sebuah puisi. Tema puisi bersifat khusus (mengacu kepada penyair), objektif (semua pembaca harus sama tafsirannya), dan lugas (bukan makna konotasi).

Tema-tema puisi mencakup, antara lain:


  1. ketuhanan (religius),
  2. kemanusiaan,
  3. cinta,
  4. patriotisme,
  5. perjuangan,
  6. kegagalan,
  7. lingkungan/alam,
  8. sosial,
  9. demokrasi, dan
  10. persahabatan/kesetiakawanan.


Di bawah ini beberapa contoh puisi karya D. Zawawi Imron yang diambil dari kumpulan puisi Bulan Tertusuk Ilalang. Puisi-puisi tersebut memiliki tema yang sama atau setidaknya searah. Cermati lewat judulnya yang cenderung mengangkat ”protes sekaligus cita-cita atau keinginan lewat isi alam.”

  • Bulan Tertusuk Ilalang
  • Bulan rebah
  • angin lelah di atas kandang
  • Cicit-cicit kelelawar
  • menghimbau di ubun bukit
  • di mana kelak kujemput anak cucuku
  • menuntun sapi berpasang-pasang
  • Angin  termangu di pohon asam
  • bulan tertusuk ilalang
  • Tapi malam yang penuh belas kasihan
  • menerima semesta bayang-bayang
  • dengan mesra menidurkannya
  • dalam ranjang-ranjang nyanyian


Cemara-Cemara

Cemara-cemara ini tak ada yang punya
resahnya saja menghembuskan bahana
sedang aku yang lelap di bawah daunnya
masih sempat menghitung ruas-ruas kehidupan
berapa undak dari cincin ke bulan.
Kalau engkau akan kemari, silakan!
Tapi jangan sebagai serdadu atau pejabat
di daerah ini orang-orang tak tahan kejutan
silakan datang, tetapi sebagai murai
yang berkicau membangkitkan bayang-bayang.
Cemara-cemara ini tak ada yang punya
dan sebaiknya memang tak ada yang punya
kecuali milik nurani yang bebas prasangka
desir-desir berangkat dan berputik dalam sepi
menjelaskan asal mula sebuah nama
kiblat senyum mereka.


Sungai Kecil

Sungai kecil! Sungai kecil! Di manakah engkau telah kulihat? Antara Cirebon dan Purwokerto ataukah hanya dalam mimpi?
Di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan tepimu daun-daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam doaku.
Sungai kecil! Sungai kecil! Terangkanlah kepadaku, di manakah negri asalmu? Di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani mudah melintasimu dan akan kubersihkan lubukmu agar para perampok yang mandi merasakan sejuk airmu.
Sungai kecil! Sungai kecil! Mengalirlah terus ke rongga jantungku dan kalau kau payah, istirahatlah dalam tidurku! Kau yang jelita kutembangkan buat kasihku.

Puisi berikut bertema kemanusiaan.

Polisi Malam
Amir Ramdhani

Ketika keliling
kami menangkap maling
di antara kegelapan sekeliling.
Para pemuda pemadat, nongkrong
di kota bejat ini. Tadi siang
jalanan dijejal brutal para pelajar
mereka saling menimpuk dengan batu-batu liar
bahkan ada yang menenteng parang
kriminalitas mengangkang.
O, lekaslah kalian tidur
sembari menata moral yang hancur.
(Republika, 26 Desember 2004)

Sebagaimana puisi-puisi zaman atau angkatan sebelumnya, tentu puisi-puisi kontemporer memiliki ciri-ciri khas. Ciri-ciri khas tersebut dapat ditelusuri atau diidentifikasi melalui analisis terhadap unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsiknya kemudian dibandingkan dengan ciri-ciri puisi lain (lama/klasik).

Unsur-unsur tersebut meliputi sebagai berikut.


  • pilihan kata/diksinya,
  • persamaan bunyi/rimanya,
  • bentuk fisik atau tata wajahnya,
  • temanya, dan
  • pencitraan/pengimajiannya.

Agar analisis Anda mendalam dan rumusan ciri-ciri yang Anda tetapkan akurat,  maka sebaiknya Anda membaca tidak hanya satu dua puisi melainkan banyak puisi dalam bukubuku kumpulan puisi. Satu buku kumpulan buku yang cukup menarik adalah Malu Aku Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail!

Baca Juga : Pengertian Fakta dan Opini LENGKAP
Pokok bahasan : puisi kontemporer, puisi lama, contoh puisi kontemporer, contoh puisi lama, jenis jenis pantun, contoh puisi baru, jenis jenis puisi lama, jenis puisi lama, puisi baru, contoh karmina, contoh talibun, contoh seloka, ciri syair, pantun karmina, contoh pantun karmina, jenis puisi baru, jenis jenis puisi, contoh pantun talibun, puisi kontemporer beserta maknanya, tipografi puisi, pantun talibun, jenis puisi kontemporer, kumpulan puisi kontemporer, ciri pantun, contoh puisi mbeling, unsur puisi, contoh puisi kontemporer singkat, puisi modern, jenis puisi, puisi tipografi, contoh pantun lama

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Puisi Kontemporer beserta Ciri-cirinya LENGKAP"

Post a Comment