Pengertian Drama Lengkap dan Cara Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama
Berikut ini adalah Artikel yang menjelaskan tentang Pengertian Drama, langkah-langkah menulis naskah drama, Menulis Naskah Drama berdasarkan Peristiwa Nyata, contoh naskah drama, contoh drama, teks drama, naskah drama pendek, drama sekolah, teks drama singkat, contoh naskah drama anak sekolah.
Beberapa langkah menulis naskah drama berdasarkan peristiwa nyata antara lain sebagai berikut.
Penulisan naskah drama berbeda dengan naskah cerita lainnya. Berikut ini beberapa penjelasan penulisan naskah drama yang perlu diperhatikan sebelum menulis naskah drama.
Naskah drama disajikan dalam bentuk pementasan adegan. Babak terdiri atas beberapa adegan. Pergantian pelaku merupakan tanda pergantian adegan dalam satu peristiwa.
Penulisan drama dapat kalian awali dengan sebuah prolog sebagai pengantar dan epilog sebagai penjelasan akhir cerita.
Dialog ditulis dengan diawali tokoh yang berbicara atau berlaku. Tanda titik dua sebagai pemisah antara pelaku dengan kalimat yang diucapkan. Ada beberapa naskah drama yang telah diadaptasikan ditulis dalam bentuk paragraf.
Petunjuk lakuan atau tindakan dituliskan dalam dialog tokoh yang berlaku dengan diberikan tanda kurung.
Penulisan keterangan dan petunjuk lakuan dalam pergantian babak atau perpindahan adegan dapat ditulis seperti paragraf diakhir dialog antar tokoh
Sesuatu itulah isi drama. Inti dari isi sebuah drama sebenarnya adalah pesan/amanat yang hendak disampaikan. Jika Anda telah menangkap pesan-pesan sebuah drama, maka Anda sebenarnya telah memahami isinya.
Asdiarti : ”Kau masih ada di sini Yanti, belum pulang?”
Yanti : (Tidak menjawab. Ia hanya menggeleng dan terus melanjutkan membaca)
Asdiarti : (Mendekati) ”Ada sesuatu?”
Yanti : (Menggeleng)
Asdiarti : ”Aku tidak mengerti sebenarnya persoalanmu, Yanti. Lebih baik kau menyatakan lekuk-liku persoalanmu. Sehingga kalau aku tahu persis persoalannya mungkin aku bisa menolongmu.”
Yanti : ”Aku mengerti, aku memang harus mengatakannya. Tetapi dari mana dan bagaimana aku harus mulai?”
Asdiarti : ”Kenapa?”
Yanti : ”Sangat ruwet.”
Asdiarti : ”Kau dipaksa kawin oleh orang tuamu?”
Yanti : ”Antara lain itu, dan banyak lagi.”
Asdiarti : ”Apa?”
Yanti : ”Ah, sudahlah. Sebaiknya kau tak usah memaksaku mengatakannya. Sulit. Terlalu sulit!”
Asdiarti : ”Yah, aku tahu, kau tidak kerasan di rumah.”
Yanti : (Memandang)
Asdiarti : ”Itu persoalan yang banyak kita rasakan bersama.”
Yanti : ”Kau juga mengalami masalah seperti itu?”
Asdiarti : ”Memang. Cuma persoalanku tidak seberat persoalanmu. Aku selalu menghibur diri dengan cara pergi dengan teman-teman pria kalau hari Minggu ke Kaliurang atau ke mana saja.”
Yanti : ”Dulu aku mencoba demikian, tapi kalau aku pergi, sesudah sampai di rumah, aku mengalami peristiwa yang sama. Bahkan merasa lebih berat maka saya menghentikan cara-cara pelarian seperti itu.”
Asdiarti : ”Tapi kita harus menghibur diri Yanti.”
Yanti : ”Lebih dari itu, aku ingin menyelesaikan persoalan. Cara seperti itu tidak menyelesaikan persoalan itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.”
Asdiarti : ”Lalu, mesti gimana?”
Yanti : ”Aku tak mengerti.”
Asdiarti : ”Tidak mengerti.”
Yanti : ”Itulah yang menyedihkan. Kita mengalami sesuatu, tetapi kita tak mengerti bagaimana memahami pengalaman itu sendiri.”
Asdiarti : (Tersenyum)
Yanti : ”Kau tersenyum? Mengejekku?”
Asdiarti : ”Kau tidak tahu Yanti, bahwa aku sebenarnya gelisah bukan? Aku juga gelisah, nah …”
Yanti : ”Benar. Kupikir kita ini mau apa? Setelah selesai sekolah, lalu kita melanjutkan sekolah lagi. Barangkali hanya satu dua tahun. Paling banter tiga tahun, sudah itu kita dipinang orang. Kita jadi ibu … Apa artinya pelajaran yang kita terima semua ini sekarang?”
Astarti : ”Nah ..” (Tersenyum).
Yanti : ”Kita mempersiapkan diri untuk menjadi sesuatu yang tidak ada artinya.”
Asdiarti : ”Maksudmu?”
Yanti : ”Menjadi istri. Menjadi ibu. Apa artinya? Apa pula hubungannya dengan sekolah yang kita tempuh selama ini?”
Asdiarti : ”Maka kita gelisah, karena sebenarnya kita tidak pernah mengerti nasib kita yang akan datang.”
Yanti : ”Dan persoalan yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan yang kita terima di sekolah sekarang ini.”
Asdiarti : ”Kau mau?” (Mengeluarkan sebatang rokok)
Yanti : ”Apa ini?”
Asdiarti : ”Bawalah kalau kau mau. Kau akan mendapat ketenangan.”
Yanti : (Menerima lalu diletakkan di atas meja)
Asdiarti : ”Ambillah. Simpanlah di tasmu jangan sampai kelihatan guru kita.”
Yanti : (Memandang penuh ketidakmengertian)
Asdiarti : ”Kalau kau tak mau, biarlah kusimpan sendiri ini cukup mahal .. (Mengambil rokok itu lalu menyimpannya sendiri kembali) Kau bisa datang ke rumahku kalau mau, nanti Antok, Yusman, Joko pada datang menjemput aku pergi ke …”
Yanti : (Berdiri) ”Pergi ke mana?”
Asdiarti : ”Pergi ke suatu tempat. Pokoknya … sip deh.”
Yanti : ”Aku mendengar dari Ketiek kesenanganmu pergi ke tempat-tempat itu. Itu …”
Asdiarti : ”Berdosa?”
Yanti : ”Bukan.”
Asdiarti : ”Maksiat?”
Yanti : ”Bukan.”
Asdiarti : ”Itulah dunia masa kini.”
Yanti : ”Barangkali benar.”
Asdiarti : ”Nah, akhirnya kau menerima juga.”
Yanti : ”Tapi mengapa harus begitu? Itu berbahaya bagi kesehatan. Kita masih sangat muda, Asdi. Bayangkan kalau masa remaja kita, kita habiskan dengan cara-cara itu, hari tua kita dapat apa? Lagi pula, tujuanmu mencari kebebasan tetapi menempuh jalan itu, apakah sebenarnya kau tidak
membuat dirimu diperbudak kembali oleh kebiasaanmu itu?”
Asdiarti : ”Aku tidak mengerti omonganmu, Yanti, kalau kau tidak mau tak usah bertele-tele menasihatiku.”
Yanti : (Diam)
Asdiarti : ”Baiklah kau pulang tidak? Itu Kusni, Surti menunggu di luar kalau kau tidak pulang, aku pulang duluan … dan kalau kau mau, kutunggu kau nanti sore di rumahku.”
Yanti : (Tidak menjawab cuma memandang)
Asdiarti : (Mengemasi tasnya, siap mau pergi)
Yanti : ”Kenapa kau takut ketahuan guru kita?”
Asdiarti : ”Karena mereka nanti akan marah. Merampas dan menyetrap.”
Yanti : ”Kau tahu penyebabnya?”
Asdiarti : ”Nggak. Mereka orang tua yang kolot. Seperti orang tua kita saja.”
Yanti : ”Itu berbahaya. Obat bius dilarang diedarkan secara bebas.”
Asdiarti : ”Tapi mereka toh tak sanggup menyelesaikan kegelisahanku. Sedikit-sedikit bilang dosa, maksiat, porno, huh!” (Kusni dan Surti masuk)
Kusni : ”Astaga, ngapain, nih kalian di sini? Kutunggu di luar sampai lama banget.”
Asdiarti : ”Mau nolong Yanti. Akibatnya malah dapat kuliah.”
Sarto : ”Pantesan. Habis cita-cita Yanti mau jadi dosen.”
Yanti : ”Aku memperingatkan Asdiarti. Bahaya main-main rokok begituan …”
Surti : ”Sudahlah. Yanti, mari kita pulang saja. Ini sudah jam (Menengok arloji tangannya) … setengah dua. Sebentar lagi kelas ini dipakai anak-anak
sore.”
Yanti : ”Pulanglah dulu kalau kalian mau pulang. Aku butuh belajar … “
Surti : ”Aaaah, kau nunggu Pak Lucas?” (Surti, Asdiarti, Kusni tertawa bersama)
Yanti : ”Pergi!”
Kusni : ”Yanti, aku mencintaimu. Boleh?”
Yanti : (Mengangguk)
Kusni : ”Kenapa kita harus bertengkar. Kita sahabat bukan?”
Yanti : (Merebahkan kepala di meja)
Kusni : ”Sebenarnya kau tak usah melanjutkan hubungan dengan Pak Lucas. Apa sih untungnya. Paling hanya memperoleh nasihat saja. Nasihat tidak akan menyelesaikan persoalanmu. Keuntungannya hanya mual-mual, …”
Yanti : ”Barangkali benar.Tapi aku membutuhkan nasihat-nasihat itu. Aku memerlukan guru yang tidak cuma pandai mengajar, tetapi juga memerhatikan diriku. Aku membutuhkan bimbingan.”
Kusni : ”Tetapi sebagai akibatnya, istrinya menjadi cemburu kepadamu. Bukankah itu merusak rumah tangganya?”
Yanti : ”Aku tahu itulah yang kusedihkan. Tapi aku memang membutuhkan dia ….”
Kusni : ”Memang aku sebenarnya juga.”
Yanti : ”Dulu kuharapkan Bu Sri mau mengerti persoalanku. Tapi ia malah marah melulu.”
Asdiarti : ”Nah, sekolah ini memang konyol …”
Yanti : ”Sekolah ini tidak salah. Kita yang salah. Kita terlalu menuntut banyak …”
Kusni : ”Kita memang membutuhkan sesuatu di sekolah kalau sesuatu yang kita butuhkan tidak kita temukan di rumah.”
Asdiarti : ”Sesuatu itu apa?”
Kusni : ”Aku tak mengerti.”
Asdiarti : ”Barangkali … (Tersenyum) semacam kehangatan.”
Yanti : ”Ya. Tepat!”
Kusni : ”Sukar sekali.”
Yanti : ”Sedih bukan?”
Asdiarti : ”Ya, kehangatan … bukan mimpi-mimpi, bukan pelarian.” (Mengambil rokok
lalu membuang)
Kusni : ”Agar kita kerasan di sekolah. Tapi apa itu mungkin…?”
Yanti : ”Sedih sekali.”
Asdiarti : (Berjalan mau mengambil rokok yang dibuang)
Yanti : ”Biar guru kita mengerti, inilah dunia kita sebenarnya.”
Asdiarti : ”Tapi aku akan dimarahi lagi.”
Yanti : ”Akulah yang akan bilang, bahwa aku yang membawa rokok itu.”
Asdiarti : ”Yanti!”
Yanti : ”Aku mau tahu, setelah marah-marah guru-guru kita lalu berbuat apa kepada kita.”
Kusni : ”Aku akan ikut dimarahi,Yanti. Ayo ambil Asdi!”
Yanti : ”Jangan!”
Sarto : ”Kau jangan aneh-aneh Yanti. Kalau kita dikeluarkan bagaimana … ?”
Yanti : ”Percayalah guru-guru kita perlu mengerti apa yang kita pikirkan, kita butuhkan setiap hari … agar mereka tidak sekadar menempa kita dengan rumus-rumus yang harus dihafal melulu …” (Yanti pergi, yang lain menatap terus mengikuti perginya. Tinggal Asdi. Lalu Asdiarti mengambil rokok itu mengikuti mereka. Sebelum off stage, Asdiarti membalik lagi melemparkan rokok itu ke kelas lagi dan lari sambil berteriak)
Asdiarti : ”Yanti, Yanti tunggu …”
Pengertian Drama
Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita. Dalam naskah drama tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan. Bahkan, kadang-kadang juga dilengkapi penjelasan tentang tata busana, tata lampu, dan tata suara (musik pengiring).
Langkah-langkah Menulis Naskah Drama
Supaya drama yang ditampilkan menarik, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah naskah drama itu sendiri. Naskah drama harus menarik sehingga pesan apa yang ingin kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh para penonton.Beberapa langkah menulis naskah drama berdasarkan peristiwa nyata antara lain sebagai berikut.
- Menentukan peristiwa yang menarik, yaitu peristiwa yang memberikan kesan yang mendalam.
- Memilih dan menentukan tema.
- Memilih judul dan membuat kata pembuka. Judul sebaiknya tidak terlalu panjang dan menarik. Kata pembuka lebih bagus jika bersifat bombastis (berlebihan) agar pembaca tertarik mengikuti cerita selanjutnya.
- Membuat kerangka dengan memasukkan konflik.
- Menentukan pelaku.
- Menyusun jalinan cerita yang mengandung perkenalan tokoh dengan konflik dan penyelesaiannya.
- Menyusun kramagung dan wawancang. Kramagung merupakan perintah kepada pelaku untuk melakukan sesuatu yang ditulis sebagai petunjuk dalam bermain drama. Wawancang ditulis lepas dan mengandung semua perasaan pelakunya.
Penulisan naskah drama berbeda dengan naskah cerita lainnya. Berikut ini beberapa penjelasan penulisan naskah drama yang perlu diperhatikan sebelum menulis naskah drama.
Naskah drama disajikan dalam bentuk pementasan adegan. Babak terdiri atas beberapa adegan. Pergantian pelaku merupakan tanda pergantian adegan dalam satu peristiwa.
Penulisan drama dapat kalian awali dengan sebuah prolog sebagai pengantar dan epilog sebagai penjelasan akhir cerita.
Dialog ditulis dengan diawali tokoh yang berbicara atau berlaku. Tanda titik dua sebagai pemisah antara pelaku dengan kalimat yang diucapkan. Ada beberapa naskah drama yang telah diadaptasikan ditulis dalam bentuk paragraf.
Petunjuk lakuan atau tindakan dituliskan dalam dialog tokoh yang berlaku dengan diberikan tanda kurung.
Penulisan keterangan dan petunjuk lakuan dalam pergantian babak atau perpindahan adegan dapat ditulis seperti paragraf diakhir dialog antar tokoh
Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama
Sebuah drama, sebagaimana karya sastra lainnya, diciptakan dengan maksud menyampaikan sesuatu kepada penikmat sastra atau masyarakat. Sesuatu itu di samping menghibur, pastilah memiliki manfaat.Sesuatu itulah isi drama. Inti dari isi sebuah drama sebenarnya adalah pesan/amanat yang hendak disampaikan. Jika Anda telah menangkap pesan-pesan sebuah drama, maka Anda sebenarnya telah memahami isinya.
Unsur Intrinsik Drama
Secara lebih detail, isi drama mencakupi unsur-unsur intrinsiknya. Seperti telah dibahas sebelumnya, unsur intrinsik meliputi- tema
- latar/setting
- penokohan (tokoh dan watak)
- alur/plot
- pesan/amanat
- sudut pandang/point of view
- konflik/pertikaian
- ending/pengakhiran
Contoh Drama
Tanda Bahaya
Oleh Bakdi Soemanto
Para Pelaku:
Yanti
Asdiarti
Kusni
Surti
Setting:
Ketika sandiwara ini dimulai, di panggung tampak sebuah pelukisan suatu kelas. Ada tiga atau empat meja dan kursi, sebuah meja untuk guru, dan sebuah papan tulis. Letak masing-masing perlengkapan panggung itu ditata rapi sehingga seperti benar-benar kelas. Tampak Yanti seorang pelajar tengah duduk di salah satu meja itu. Ia menekuni sebuah buku pelajaran. Asdianti, sahabatnya masuk. Waktu itu sudah hampir jam satu. Sekolah sudah selesai. Bahwa Yanti belum pulang, itulah yang menyebabkan Asdiarti terkejut.Asdiarti : ”Kau masih ada di sini Yanti, belum pulang?”
Yanti : (Tidak menjawab. Ia hanya menggeleng dan terus melanjutkan membaca)
Asdiarti : (Mendekati) ”Ada sesuatu?”
Yanti : (Menggeleng)
Asdiarti : ”Aku tidak mengerti sebenarnya persoalanmu, Yanti. Lebih baik kau menyatakan lekuk-liku persoalanmu. Sehingga kalau aku tahu persis persoalannya mungkin aku bisa menolongmu.”
Yanti : ”Aku mengerti, aku memang harus mengatakannya. Tetapi dari mana dan bagaimana aku harus mulai?”
Asdiarti : ”Kenapa?”
Yanti : ”Sangat ruwet.”
Asdiarti : ”Kau dipaksa kawin oleh orang tuamu?”
Yanti : ”Antara lain itu, dan banyak lagi.”
Asdiarti : ”Apa?”
Yanti : ”Ah, sudahlah. Sebaiknya kau tak usah memaksaku mengatakannya. Sulit. Terlalu sulit!”
Asdiarti : ”Yah, aku tahu, kau tidak kerasan di rumah.”
Yanti : (Memandang)
Asdiarti : ”Itu persoalan yang banyak kita rasakan bersama.”
Yanti : ”Kau juga mengalami masalah seperti itu?”
Asdiarti : ”Memang. Cuma persoalanku tidak seberat persoalanmu. Aku selalu menghibur diri dengan cara pergi dengan teman-teman pria kalau hari Minggu ke Kaliurang atau ke mana saja.”
Yanti : ”Dulu aku mencoba demikian, tapi kalau aku pergi, sesudah sampai di rumah, aku mengalami peristiwa yang sama. Bahkan merasa lebih berat maka saya menghentikan cara-cara pelarian seperti itu.”
Asdiarti : ”Tapi kita harus menghibur diri Yanti.”
Yanti : ”Lebih dari itu, aku ingin menyelesaikan persoalan. Cara seperti itu tidak menyelesaikan persoalan itu bahkan menyiksa. Makin menyiksa.”
Asdiarti : ”Lalu, mesti gimana?”
Yanti : ”Aku tak mengerti.”
Asdiarti : ”Tidak mengerti.”
Yanti : ”Itulah yang menyedihkan. Kita mengalami sesuatu, tetapi kita tak mengerti bagaimana memahami pengalaman itu sendiri.”
Asdiarti : (Tersenyum)
Yanti : ”Kau tersenyum? Mengejekku?”
Asdiarti : ”Kau tidak tahu Yanti, bahwa aku sebenarnya gelisah bukan? Aku juga gelisah, nah …”
Yanti : ”Benar. Kupikir kita ini mau apa? Setelah selesai sekolah, lalu kita melanjutkan sekolah lagi. Barangkali hanya satu dua tahun. Paling banter tiga tahun, sudah itu kita dipinang orang. Kita jadi ibu … Apa artinya pelajaran yang kita terima semua ini sekarang?”
Astarti : ”Nah ..” (Tersenyum).
Yanti : ”Kita mempersiapkan diri untuk menjadi sesuatu yang tidak ada artinya.”
Asdiarti : ”Maksudmu?”
Yanti : ”Menjadi istri. Menjadi ibu. Apa artinya? Apa pula hubungannya dengan sekolah yang kita tempuh selama ini?”
Asdiarti : ”Maka kita gelisah, karena sebenarnya kita tidak pernah mengerti nasib kita yang akan datang.”
Yanti : ”Dan persoalan yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan yang kita terima di sekolah sekarang ini.”
Asdiarti : ”Kau mau?” (Mengeluarkan sebatang rokok)
Yanti : ”Apa ini?”
Asdiarti : ”Bawalah kalau kau mau. Kau akan mendapat ketenangan.”
Yanti : (Menerima lalu diletakkan di atas meja)
Asdiarti : ”Ambillah. Simpanlah di tasmu jangan sampai kelihatan guru kita.”
Yanti : (Memandang penuh ketidakmengertian)
Asdiarti : ”Kalau kau tak mau, biarlah kusimpan sendiri ini cukup mahal .. (Mengambil rokok itu lalu menyimpannya sendiri kembali) Kau bisa datang ke rumahku kalau mau, nanti Antok, Yusman, Joko pada datang menjemput aku pergi ke …”
Yanti : (Berdiri) ”Pergi ke mana?”
Asdiarti : ”Pergi ke suatu tempat. Pokoknya … sip deh.”
Yanti : ”Aku mendengar dari Ketiek kesenanganmu pergi ke tempat-tempat itu. Itu …”
Asdiarti : ”Berdosa?”
Yanti : ”Bukan.”
Asdiarti : ”Maksiat?”
Yanti : ”Bukan.”
Asdiarti : ”Itulah dunia masa kini.”
Yanti : ”Barangkali benar.”
Asdiarti : ”Nah, akhirnya kau menerima juga.”
Yanti : ”Tapi mengapa harus begitu? Itu berbahaya bagi kesehatan. Kita masih sangat muda, Asdi. Bayangkan kalau masa remaja kita, kita habiskan dengan cara-cara itu, hari tua kita dapat apa? Lagi pula, tujuanmu mencari kebebasan tetapi menempuh jalan itu, apakah sebenarnya kau tidak
membuat dirimu diperbudak kembali oleh kebiasaanmu itu?”
Asdiarti : ”Aku tidak mengerti omonganmu, Yanti, kalau kau tidak mau tak usah bertele-tele menasihatiku.”
Yanti : (Diam)
Asdiarti : ”Baiklah kau pulang tidak? Itu Kusni, Surti menunggu di luar kalau kau tidak pulang, aku pulang duluan … dan kalau kau mau, kutunggu kau nanti sore di rumahku.”
Yanti : (Tidak menjawab cuma memandang)
Asdiarti : (Mengemasi tasnya, siap mau pergi)
Yanti : ”Kenapa kau takut ketahuan guru kita?”
Asdiarti : ”Karena mereka nanti akan marah. Merampas dan menyetrap.”
Yanti : ”Kau tahu penyebabnya?”
Asdiarti : ”Nggak. Mereka orang tua yang kolot. Seperti orang tua kita saja.”
Yanti : ”Itu berbahaya. Obat bius dilarang diedarkan secara bebas.”
Asdiarti : ”Tapi mereka toh tak sanggup menyelesaikan kegelisahanku. Sedikit-sedikit bilang dosa, maksiat, porno, huh!” (Kusni dan Surti masuk)
Kusni : ”Astaga, ngapain, nih kalian di sini? Kutunggu di luar sampai lama banget.”
Asdiarti : ”Mau nolong Yanti. Akibatnya malah dapat kuliah.”
Sarto : ”Pantesan. Habis cita-cita Yanti mau jadi dosen.”
Yanti : ”Aku memperingatkan Asdiarti. Bahaya main-main rokok begituan …”
Surti : ”Sudahlah. Yanti, mari kita pulang saja. Ini sudah jam (Menengok arloji tangannya) … setengah dua. Sebentar lagi kelas ini dipakai anak-anak
sore.”
Yanti : ”Pulanglah dulu kalau kalian mau pulang. Aku butuh belajar … “
Surti : ”Aaaah, kau nunggu Pak Lucas?” (Surti, Asdiarti, Kusni tertawa bersama)
Yanti : ”Pergi!”
Kusni : ”Yanti, aku mencintaimu. Boleh?”
Yanti : (Mengangguk)
Kusni : ”Kenapa kita harus bertengkar. Kita sahabat bukan?”
Yanti : (Merebahkan kepala di meja)
Kusni : ”Sebenarnya kau tak usah melanjutkan hubungan dengan Pak Lucas. Apa sih untungnya. Paling hanya memperoleh nasihat saja. Nasihat tidak akan menyelesaikan persoalanmu. Keuntungannya hanya mual-mual, …”
Yanti : ”Barangkali benar.Tapi aku membutuhkan nasihat-nasihat itu. Aku memerlukan guru yang tidak cuma pandai mengajar, tetapi juga memerhatikan diriku. Aku membutuhkan bimbingan.”
Kusni : ”Tetapi sebagai akibatnya, istrinya menjadi cemburu kepadamu. Bukankah itu merusak rumah tangganya?”
Yanti : ”Aku tahu itulah yang kusedihkan. Tapi aku memang membutuhkan dia ….”
Kusni : ”Memang aku sebenarnya juga.”
Yanti : ”Dulu kuharapkan Bu Sri mau mengerti persoalanku. Tapi ia malah marah melulu.”
Asdiarti : ”Nah, sekolah ini memang konyol …”
Yanti : ”Sekolah ini tidak salah. Kita yang salah. Kita terlalu menuntut banyak …”
Kusni : ”Kita memang membutuhkan sesuatu di sekolah kalau sesuatu yang kita butuhkan tidak kita temukan di rumah.”
Asdiarti : ”Sesuatu itu apa?”
Kusni : ”Aku tak mengerti.”
Asdiarti : ”Barangkali … (Tersenyum) semacam kehangatan.”
Yanti : ”Ya. Tepat!”
Kusni : ”Sukar sekali.”
Yanti : ”Sedih bukan?”
Asdiarti : ”Ya, kehangatan … bukan mimpi-mimpi, bukan pelarian.” (Mengambil rokok
lalu membuang)
Kusni : ”Agar kita kerasan di sekolah. Tapi apa itu mungkin…?”
Yanti : ”Sedih sekali.”
Asdiarti : (Berjalan mau mengambil rokok yang dibuang)
Yanti : ”Biar guru kita mengerti, inilah dunia kita sebenarnya.”
Asdiarti : ”Tapi aku akan dimarahi lagi.”
Yanti : ”Akulah yang akan bilang, bahwa aku yang membawa rokok itu.”
Asdiarti : ”Yanti!”
Yanti : ”Aku mau tahu, setelah marah-marah guru-guru kita lalu berbuat apa kepada kita.”
Kusni : ”Aku akan ikut dimarahi,Yanti. Ayo ambil Asdi!”
Yanti : ”Jangan!”
Sarto : ”Kau jangan aneh-aneh Yanti. Kalau kita dikeluarkan bagaimana … ?”
Yanti : ”Percayalah guru-guru kita perlu mengerti apa yang kita pikirkan, kita butuhkan setiap hari … agar mereka tidak sekadar menempa kita dengan rumus-rumus yang harus dihafal melulu …” (Yanti pergi, yang lain menatap terus mengikuti perginya. Tinggal Asdi. Lalu Asdiarti mengambil rokok itu mengikuti mereka. Sebelum off stage, Asdiarti membalik lagi melemparkan rokok itu ke kelas lagi dan lari sambil berteriak)
Asdiarti : ”Yanti, Yanti tunggu …”
0 Response to "Pengertian Drama Lengkap dan Cara Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama"
Post a Comment